topmetro. news, Medan – Ketidakhadiran Kepala Dinas Pendidikan Sumut, Alexander Sinulingga, pada konferensi pers yang digelar Gubernur Sumut Bobby Nasution dinilai sebagai bukti ketidakmampuannya dalam mengelola dunia pendidikan di Sumatera Utara.
“Mana mungkin dia berani hadir, karena pasti takut menjawab pertanyaan wartawan. Alexander itu memang tidak paham soal pendidikan di Sumut,” tegas Koordinator Jaga Marwah Sumut, Edison Tamba, menanggapi komentar sejumlah wartawan di ruang pertemuan Dekranasda Lantai I Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro No 30 Medan, Jumat (19/9).
Edison menilai Alexander telah melakukan “prank” karena absen tanpa alasan jelas. “Ini jelas melanggar aturan. Selain pelit informasi, dia tidak punya niat menjalankan prinsip transparansi. Menghindar artinya tidak mampu, dan takut salah berargumen tentang isu akademis, sebab dia sendiri bukan dari latar belakang pendidikan. Tidak bisa lah Alexander, dia pasti gugup,” ujarnya.
Lebih jauh Edison juga menyinggung keputusan Gubernur Sumut Bobby Nasution yang dianggap egois dalam menempatkan orang kepercayaannya. “Di sinilah kelihatan egoisnya Gubsu, menempatkan staf yang bukan dari kalangan pendidikan menjadi pejabat di bidang pendidikan,” pungkas Edison.
Kekecewaan juga disampaikan sejumlah wartawan yang hadir. Mereka mengaku sangat berharap kehadiran Alexander dalam kesempatan tersebut untuk menjawab berbagai persoalan pendidikan di Sumut.
“Kita sangat prioritas keterangan Kadisdiksu, apalagi banyak kisruh sejak dia menjabat, baik saat masih di Pemko Medan maupun kini di Pemprov Sumut,” kata wartawan Pemprovsu .
Salah satu sorotan utama adalah kasus dugaan korupsi Revitalisasi Lapangan Merdeka Medan dengan anggaran lebih dari Rp500 miliar. Berdasarkan temuan BPK, proyek itu menimbulkan kerugian negara hingga puluhan miliar rupiah.
Selain itu, kebijakan lima hari sekolah di Sumut juga menuai kritik. Praktisi sekaligus tokoh pendidikan nasional, Sopyan Tan, menilai kebijakan tersebut tidak bijak karena banyak siswa SD, SMP, hingga SMA/SMK di Sumut masih kekurangan gizi.
“Lima hari belajar itu bukan berarti otomatis anak-anak jadi pintar atau bijak. Tanpa fasilitas makan siang bergizi, mereka justru dirugikan,” ujar anggota DPR RI itu.
Penulis | Erris